FAKTOR KEMUNCULAN AHMADIYAH DI INDONESIA
AZAH ZAMRUD
UIN WALISONGO SEMARANG
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak 14 abad yang lalu, nabi Muhammad SAW telah memprediksi
tentang umatnya yang akan terpecah menjadi 73 golongan. Dan hanya satu golongan
yang akan masuk surga yaitu ahlusunnah waljamaah. Salah satu dari 73 golongan
itu adalah Ahmadiyah.
Ahmadiyah didirikan di Pakistan pada tahun 1889. Pendirinya adalah
Mirza Ghulam Ahmad yang juga mengaku sebagai nabi. Pengikutnya disebut Jemaat
Ahmadiyah.
Hampir semua umat islam mengatakan bahwa Ahmadiyah adalah golongan
sesat dan menyesatkan, tak terkecuali di Indonesia. Bahkan, Majelis Ulama
Indonesia (MUI), Nahdhlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah telah bersepakat bahwa
Ahmadiyah sesat.
Dari hal tersebut, seperti apa sebenarnya ajaran-ajaran yang
berlaku di kalangan Jemaat Ahmadiyah? Apakah menyimpang dari ajaran Islam,
sehingga menuai banyak kecaman? Ataukah mereka salah menilai mengenai
Ahmadiyah?. Makalah ini akan membahasa lebih dalam berkaitan dengan Ahmadiyah.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana
latar belakang terbentuknya Ahmadiyah?
b. Bagaimana
proses masuknya Ahmadiyah di Indonesia?
c. Bagaimana
faham dan ajaran Ahmadiyah di Indonesia?
BAB
II
FAHAM
DAN AJARAN AHMADIYAH
A. Latar belakang kemunculan Ahmadiyah
Ahmadiyah
merupakan gerakan keagamaan dalam Islam yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad.
Mirza Ghulam Ahmad dilahirkan pada tanggal 13 Pebruari 1835, bertepatan dengan
14 Syawal 1250 H pada hari Jumat di dusun Qadian yang terletak 24 Km dari kota
Amritsar, Punjab, India.
Mirza
Ghulam Ahmad tidak pernah menduduki bangku sekolah karena memang saat itu tidak
ada lembaga sekolah. Kondisi ini tidak menghalanginya untuk belajar menuntut
ilmu. Keluarganya berusaha untuk mendatangkan guru-guru pribadi yang
mengajarkan al-Quran dan bahasa Persia.
Dalam
proses pembelajaran tersebut, ia menunjukan bakat dan keinginan belajar yang
luar biasa. Kecintaannya kepada Al-Quran pun mulai tumbuh dan semakin meresap
ke dalam hati sanubarinya. Waktu-waktunya banyak ia habiskan dalam masjid
sambil membaca muthalaah al-Quran.
Pada
masa kehidupan Mirza Ghulam Ahmad, badai perlawanan terhadap Islam menerjang
dari segala penjuru. Perlawanan paling sengit datang dari golongan Kristen dan
dari sekte Hindu Arya Samaj yang menjelek-jelekan pribadi Nabi Muhammad saw dan
menjadikan orang-orang Islam bulan-bulanan. Mirza Ghulam Ahmad menangkis
serangan-serangan dengan mengirimkan artikel-artikel ke berbagai surat kabar. Dalam
menangkis serangan itu, ia acapkali menerima ilham yang mengandung kabar ghaib
yang kelak menjadi sempurna pada waktunya.
Ia
juga menulis buku yang terbit dengan nama Barahin Ahmadiyah yang
mengungkapkan keluhuran dan keindahan Islam. Pada tanggal 23 Maret 1889, ia
menerima bai’at yang pertama dari orang-orang di kota Ludhiana yang berjumlah
kurang lebih 40 orang, diantaranya adalah Al-Haj Mauluvi Hakim Nurudin, yang
kelak menjadi Khalifah Al-Masih pertama setlah Mirza Ghulam Ahmad wafat. Pada
tahun 1890, ia membuat karya tulis bernama Futh Islam disusul oleh karya
berikutnya Taudhih Maram. Lalu menyusul terbit karya tulis dengan judul Izala
Auham. Dalam buku-buku tersebut, mengumumkan bahwa berdasarkan wahyu yang
ia terima, Allah SWT telah menunjuknya sebagai Mahdi dan Masih yang
dijanjikan.
Menurut
kaum Ahmadi, klaim itu ditunjang banyak ayat-ayat Al-Quran serta hadits-hadits
Rasulullah dan sesuai pula dengan pernyataan Nabi Isa as. Pernyataan tersebut
langsung mendapat pertentangan luas.
Sebelum
menyatakan dirinya sebagai Al-Masih al-mauw’ud, Allah SWT telah
menjanjikan kepada Mirza Ghulam Ahmad melalui wahyu bahwa : “Aku akan
membawa pesanmu sampai ke ujung-ujung dunia. Wahyu ini memberikan janji
adanya dukungan Ilahi dalam penyebaran ajaran jemaat yang telah dimulainya di
dalam Islam. Menaati perintah Tuhan, Mirza Ghulam Ahmad menyatakan dirinya
sebagai Al-Masih bagi umat Kristiani, sebagai Imam al-Mahdi bagi umat Muslim, sebagai Krishna bagi umat
Hindu. Jelasnya, ia adalah ”Nabi Yang Dijanjikan” bagi
masing-masing bngsa, dan ditugaskan untuk
menyatukan umat manusia di bawah bendera satu agama.
Setelah
Ghulam Ahmad meninggal, gerakan Ahmadiyah terbagi menjadi dua golongan : 1) Ahmadiyah
Qadiyan dan 2) Ahmadiyah Lahore
Menurut
pengikut Ahmadiyah, selama masa hayatnya Mirza Ghulam Ahmad, telah melaksakan tugas-tugas suci sebagai berikut :
1. Memperkenalkan
kepada dunia Tuhan Yang Hidup dan berkata-kata seperti dahulu
2. Menghilangkan
segala rintangan dan hambatan yang menghalangi hubungan antara Khaliq dan
mahluq-Nya.
3. Memperkenalkan
kepada dunia, al-Quranlah satu-satunya Kitab Suci, dan Muhammad saw-lah
satu-satunya Nabi, yang sanggup menuntun umat manusia ke jalan kebeneran.
4. Membendung
arus orang-orang Islam yang menyebrang ke agama Kristen.
5. Mengembalikan
umat Islam di bawah naungan satu Imam dengan perantara khalifah-khalifah
pilihan Tuhan.
6. Membuktikan
kepada dunia, Islam adalah agama yang hidup dan sanggup menjawab tantangan dan
persoalan yang menyangkut kehidupan uamt manusia di segala zaman.
Menyusul
wafatnya Mirza Ghulam Ahmad pada tahun 1908, para muslim Ahmadi memilih seorang
pengganti sebagai Khalifah. Sosok khalifah merupakan pemimpin keruhanian
dan admistratif dari Jemaat Islam Ahmadiyah.
Para
pemimpin Ahamdiyah sepeninggal Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Khalifah Ahmadiyah
Qadyah tersebut adalah :
1. Hadhrat
Hakim Mualana Nur-ud-Din
2. Hadhrat
Alhaj Mirza Bashir-ud-Din Mahmood Ahmad
3. Hadhrat
Hafiz Mirza Nasir Ahmad
4. Hadhrat
Mirza Tahir Ahmad
5. Hadhrat
Mirza Masroor Ahmad
Sementara
itu, gerakan Ahmadiyah Ahmadiyah Movement) atuaAhmadiyah Lahore tidak
mengenal khalifah sebagai pemimpin, akan tetapi seorang Amir yang diangkat
sebagai pemimpin. Adapun para Amir tersebut adalah sebagai berikut :
1. Hazrat
Maulana Hakim Nurudin
2. Maulana
Muhammad Ali MA. LLB.
3. Maulana
Sadrudin
4. Dr.
Saed Ahmad Khan
5. Prof.
Dr. Asghar Hamid Ph.D
6. Prof.
Dr. Abdul Karim Saeed
Bagi
calon pengikut Ahmadiyah, ia harus melakukan bai’at terlebih dahulu. Ada
sepuluh syarat baiat yang harus diikuti Jemaat Ahmadiyah, yaitu orang yang
bai’at ;
1. Berjanji
dengan hati jujur bahwa dimasa yang akan datang hingga masuk ke dalam kubur,
senantiasa akan menjauhi syirik.
2. Akan
senatiasa menghindarkan diri dari segala corak bohong, zina, pandangan birahi
terhadap bukan muhrim, perbuatan fasik, kejahatan, aniaya, khianat, huru-hara,
pemberontakan, serta tidak akan kalah oleh gejolak-gejolak hawa nafsunya.
3. Akan
senatiasa mendirikan salat lima waktu tanpa putus-putusnya, semata-mata karena
mengikuti perintah Allah dan rasul-Nya.
4. Tidak
akan kesusahan apapun yang tidak pada tempatnya terhadap mahluk Allah umumnya
dan kaum Muslimin khususnya dengan cara lisan ataupun perbuatan.
5. Akan
tetap setia terhadap Allah baik dalam keadaan susah maupun senang, duka ataupun
suka, nikmat dan musibah, dan rela atas putusan Allah.
6. Akan
berhenti dari adat yang buruk dan dari menuruti hawa nafsu. Dan benar-benar
menjunjung tinggi perintah dari Al-Quran atas dirinya dan menggunakannya
sebagai pedoman hidup.
7. Meninggalkan
takabur dan sombong.
8. Akan
menghargai agama, kehormatan agama dan mencintai Islam lebih dari pada jiwanya,
hartanya, anak-anaknya, dan dari segala yang dicintainya.
9. Akan
selamanya menaruh belas kasihan terhadap mahluk Allah umunya, dan akan
menjauhkan faedah kepada umat manusia dengan kekuatan dan nikmat yang Allah
anugerahkan kepadanya.
10. Akan
mengikat tali persaudaraan dengan Imam al-Mahdi dan al-masih al-mauw’ud,
semata-mata karena Allah dengan pengakuan taat dalm hal ma’ruf.
B. Faktor Kemunculan Ahmadiyah
Ada beberapa faktor
yang menyebabkan Ahmadiyah muncul :
1. Adanya
kepentingan bersama antara Mirza Ghulam Ahmad dengan imperialis Inggris. Mirza
Ghulam Ahmad lahir ditengah masyarakat penganut faham Syi’ah yang meyakini akan
datangnya Imam al-Mahdi yang adil dan akan membawa keadilan dan
kedamaian untuk seluruh umat manusia.
2. Ahmadiyah
muncul dari sebuah efek negatif dari kehidupan sufistik yang ditempuh oleh
Mirza Ghulam Ahmad. Kelahiran Ahmadiyah dipengaruhi cara berfikir sang pendiri
yang sangat menggandrungi gagasan-gagasan sufistik Majusi pra-Islam di
India (Magian) dan juga pengalaman-pengalaman tokoh mistik kontemporer
non-Muslim seperti Rama Krishna dari Benggali melalui saluran-saluran tasawuf
yang berkembang saat itu.
3. Teologi
millerian yang efektif. Teologi ini didasarkan pada konsep al-Mahdawiyah
atau gerakan-gerakan Imam Mahdi yang sebelumnya telah muncul di alam
setiap agama-agama samawi seperti Islam, Kristen dan Yahudi. Agama ini menaruh
harapan yang sangat besar akan hadirya al-Mukhlis (sang penyelamat) yang
akan menyelamatkan dunia dari kegelapan dan kesesatan sosial. Gerakan ini
disebut millenarian yang bersifat revolusioner dan radikal.
4. Berkembang
di tengah ketidakpastian. Faktor lai yang menumbuhkembangkan gerakan Ahmadiyah
adalah jatuhnya kekhalifahan Usmaniyah yang kemudian diikuti dengan dikuasainya
Ka’bah di Mekkah oleh keluarga Saud yang menginduk gerakan Islam Wahabi.
C. Kontroversi Ajaran Ahmadiyah
1. Sumber
Ajaran Ahmadiyah
Sumber
ajaran Ahmadiyah bersumber pada : Al-Quran Al-Karim, At-Tazkhirah (yaitu sebuah
buku yang memuat sajak-sajak buatan Mirza Ghulam Ahamd) yang diyakini oleh para
pengikutnya sebagai Al-Quran atau kitab suci yang diterima Mirza Ghulam Ahmad
dari Allah SWT) selain Al-Quran dan Tadzkirah, ajaran Ahmadiyah juga bersumber
pada hadis buatan Mirza Ghulam Ahmad. Kitab hadis ini berisi petunjuk-petunjuk,
hukum-hukum, perintah-perintah, dan larangan-larangan, halal, haram dan
sebagainya yang semuanya adalah perkataan Mirza Ghulam Ahmad., namun mereka
meyakininya sebagi hadis. Yang terakhir, petunjuk Huzur, yaitu petunjuk Khalifah
Ahmadiyah al-Qadiyan.
Jemaat Ahmadiyah al-Qadiyan meyakini bahwa kitab suci
yang Allah turunkan ke dunia kepada para nabi dan rasul-Nya ada lima ; Kitab
Taurat, Kitab Zabur, Kitab Injil, Kitab Al-Quran, dan Kitab At-Tazkirah.
2. Pengakuan
sebagai seorang Nabi dan Rasul serta Imam al-Mahdi dan Masih al-mauw’ud
Dalam
buku Haqiqatul wahyi , Mirza Ghulam Ahmad berkata :”bahwasanya Saya
Rasul Tuhan kepada seluruh manusia”, ucapan diatas merupakan pengakuan
Mirza Ghulam Ahmad yang mendakwakan dirinya adalah seorang nabi dan rasul
sesudah Nabi Muhammad saw. Pengakuan ini ditolak oleh jumhurul ulama, dan
dikatakan sebagai sebuah kesesatan.
Mirza
Ghulam Ahmad selain mendakwakan bahwa dirinya seorang nabi dan Rasul juga
mengaku bahwa dirinya adalah Isa yang dijanjikan akan datang, yakni dirinya
sendiri. Pengakuan Mirza Ghulam Ahmad bahwa ia dan keturunannya menerima wahyu
juga dipandang bertentangan dengan ajaran Islam, karena Rasul Muhammad saw
telah menyatakan bahwa nabi dan kenabian sudah tidak ada lagi setelahnya.
Permasalahan
Imam Mahdi dan al-masih al-mauw’ud merupakan salah satu doktrin teologis yang
menjadi ciri khas sekaligus perbedaan dengan mayoritas umat pada umumnya.
Menurut pandangan Ahmadiyah bahwa tokoh Al-Mahdi dengan Al-Masih merupakan satu
kepribadian atau satu tokoh yang kedatangan dan kehadirannya dinantikan oleh
Allah SWT, sehingga doktrin tentang Al-Mahdi tidak dapat dipisahkan dari
kedatangan Nabi Isa a.s di akhir zaman.
Tugas
al-masih al-mauw’ud dan Imam Mahdi menurut Ahmadiyah adalah membunuh
Dajjal, mematahkan argumen-argumen Nasrani dengan dalil-dalil Al-Quran yang
autentik, menunjukan kebenaran agama Islam kepada umat manusia, membunuh babi,
dan menegakkan syari’at Nabi Muhammad saw kepada umatnya yang mengalami
degradasi iman dan moral.
3. Lebih
mulya dari Abu Bakar dan nabi-nabi serta pernah bermimpi menjadi Tuhan
Mirza
Ghulam Ahmad dalam bukunya Mi’yarul Akhyar berkata :”Saya lebih mulia
dari Abu Bakar dan dari pada Nabi-nabi” pernyataan ini dinilai sebagai
sebuah kebohongan yang tidak terbantahkan menurut Ahlusunnah wal jamaah.
4. Rabwah
dan Qadian di India adalah tempat suci
Jemaat
Ahmadiyah al-Qadiyah meyakini bahwa tanah suci dan tempat menunaikan ibadah
haji, selain di Mekkah (Ka’bah), juga di Rabwah dan Qadian India. Mereka
meyakini bahwa di Qadian adalah tempat suci kerane Mirza Ghulam Ahmad menerima
wahyu-wahyu dari Allah.
D. Respon Dunia Islam terhadap Ahmadiyah
Mayoritas
umat Islam memberikan label “sesat” kepada aliran ini (khususnya adalah
Ahmadiyah versi Qadian) karena, selain banyak ditemukan sisi-sisi perbedaan
yang signifikan, juga ditemukan beberapa penyelewengan yang sangat bertentangan
dengan prinsip dasar (aqidah) yang sudah disepakati bersama (consensus ummat)
sebagaimana tercantum di dalam nash-nash al-Quran, hadis yang mutawatir dan
hadis shahih.
Di
Pakistan sendiri, parlemen telah mendeklarasikan pengikut Ahmadiyah sebagai
non-muslim. Sementara itu, di Bangladesh, kelompok fundamental menuntut pemeluk
Ahmadiyah yang jumlahnya mencapai 100.000 orang dikategorikan sebagai ‘kafir’.
Di Malaysia Ahmadiyah termasuk kelompok yang dilarang, selain Islamailiah,
Shia, dan Baha’i. Hal ini juga diputuskan oleh Brunei Darussalam.
Pada
tahun 1974, ulama Islam dari 124 negara mengadakan pertemuan di Mekkah
al-Mukarramah yang disponsori oleh Rabithah al-Alam al-Islami. Dicapai
kesepakatan bahwa Mirza Ghulam Ahmad dan pengikut-pengikutnya adalah
ingkar/mungkar, kafir dan murtad dari Islam. Pada tahun 1980 Majelis Ulama
Indonesia telah mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah adalah aliran yang sesat dan
menyesatkan. Tatepi gerakan Ahmadiyah masih tetap berdiri.
FAHAM
DAN AJARAN AHMADIYAH DI INDONESIA
A.
Sejarah
Kelahiran Ahmadiyah di Indonesia
Faham
Ahmadiyah Anjuman Isya’ati Islam atau Ahmadiyah Lahore masuk ke Indonesia pada
tahun 1924 dengan perantaraan dua muballigh, Mirza Wali Ahmad Baig dan Maulana
Ahmad. Raden Ngabei Haji Minhadjurrahman Djojosugito, menyatakan bahwa dirirnya
mendengar gerakan Ahmadiyah sekitar tahun 1921dan 1922 M. Sebenarnya Ahmadiyah
mulai dikenal sejak tahun 1918 M. Tetapi Ahmadiyah baru mendatangkan tokohnya
ke Indonesia pada tahun 1920, tokoh yang dimaksud adalah Prof. Dr. Maulana H.
Kwadjah Kamaluddin, B.A., LLB.
Kehadiran
Ahmadiyah di Indonesia tak terlepas dari peran tiga pemuda dari Sumatera
Thawalib, sekolah Islam modern pertama di Indonesia, yang merantau ke India.
Seperti dikutip dari laman resmi Ahmadiyah, www.alislam.org, ketiga
pemuda itu adalah Abubakar Ayyub, Ahmad Nuruddin dan Zaini Dahlan. Kedatangan
mereka kemudian disusul oleh 20 pemuda Thawalib lainnya untuk bergabung dengan
jamaah Ahmadiyah. Pada 1925 Ahmadiyah mengirim Rahmat Ali ke Hindia Belanda.
Ahmadiyah resmi menjadi organisasi keagamaan di Padang pada 1926. Sejak saat
itulah Ahmadiyah mulai menyebarkan pengaruhnya di Indonesia.
Kontroversi
keberadaan Ahmadiyah tak serta-merta berakhir dengan kekerasan. Perbedaan
pendapat dan penafsiran itu malah dibawa ke meja dialog yang sangat intelek.
Pada 28-29 September 1933 beberapa organisasi Islam menyelenggarakan debat
terbuka untuk membahas Ahmadiyah. Ada sekira 10 organisasi yang hadir antara
lain Persatuan Islam (Persis), Nahdlatul Ulama dan Al-Irsyad. Perdebatan itu
menarik minat masyarakat sehingga gedung pertemuan di Gang Kenari, Salemba itu
disesaki oleh 1800 orang yang antusias. Sejumlah suratkabar ternama seperti Sipatahunan,
Sin Po, Pemandangan dan Bintang Timur meliput
jalannya perdebatan. Dr. Pijper, kelak menjadi ahli Islam, datang sebagai wakil
pemerintah Belanda untuk menyaksikan jalannya acara.
Jamaah
Ahmadiyah sendiri terbagi dua aliran, Qadian dan Lahore. Banyak pendapat yang
mengatakan aliran Qadian menyimpang dari ajaran Islam. Majelis Ulama Indonesia
(MUI) pada Musyawarah Nasional II yang berlangsung di Jakarta sejak 26 Mei–1
Juni 1980 memfatwa bahwa jamaah Ahmadiyah Qadian sebagai aliran sesat. Namun
pada era Orde Baru, kendati dinyatakan sesat, tak pernah terdengar tindak
kekerasan yang menyerang warga Ahmadiyah.
Ahmadiyah
Qadian diperkenalkan ke Indonesia sejak tahun 1925 dan telah tersebar ke
beberapa kota, baik di sumatra maupun di Jawa dengan beberapa cabang. Pengurus
besar Ahmadiyah Qadian terbentuk pada tahun 1935 melalui konferensi yang
diadakan tanggal 15 dan 16 Desember 1935.
Berbeda
dengan Qadian, gerakan Ahmadiyah Lahore Indonesia secara struktural tidak
memiliki hubungan dengan Ahmadiyah yang berpsat di Lahore, Pakistan. Ahmadiyah
Lahore pada hakikatnya bukan merupakan organisasi yang ketat.
Keberadaan
Ahmadiyah di Indonesia menjadi perbicangan luas. Bahkan Sukarno pun sempat
digosipkan sebagai pengikut Ahmadiyah. Menurut pengakuannya, penyebar gosip
miring itu adalah dinas rahasia kolonial atau PID (Politieke Inlichtingen
Dienst) yang bertujuan mendiskreditkan Sukarno yang saat itu berada di
pengasingannya di Ende. Untuk menepis sassus itu, pada 25 November 1935 Sukarno
menulis sebuah artikel berjudul “Tidak Percaya Bahwa Mirza Gulam Ahmad Adalah
Nabi”.
Penyebaran
paham gerakan Ahmadiyah pada masa akhir pemerintah kolonial Belanda, terutama
pada tahun 1924 sampai dengan tahun 1942 – Ahmadiyah Qadian dan Ahmadiyah
Lahore – masih sangat terbatas. Ahmadiyah Qadian telah tersebar di beberapa
kota Sumatra dan Jawa, sedangkan Ahmadiyah Lahore hanya terbatas di Pulau Jawa,
khususnya Yogyakarta dan sekitarnya.
Di
era pemerintah Gus Dur jamaah Ahmadiyah semakin menemukan momentum
kebebasannya. Presiden yang terkenal demokratis dan menjunjung keberagaman itu
membuka keran kebebasan berekspresi dan menjalankan ajaran agamanya tanpa perlu
merasa takut mengalami kekerasan. Sejumlah kegiatan ilmiah yang membahas
Ahmadiyah pun diselenggarakan di kampus-kampus, seperti yang pernah
diselenggarakan pada 24 Juli 2000 di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
B. Faktor penunjang dan penghambat perkembangan
Ahmadiyah di Indonesia
Adapun penunjang
perkembangan Ahmadiyah di Indonesia yaitu :
1. Pendekatan
rasional pada Islam
2. Militasi
Tokoh Ahmadiyah
3. Penerbitan
dan penerjemahan Buku Ahmadiyah
4. Sikap
Pemerintah yang Netral
Sedangkan faktor
penghambatnya adalah :
1. Kelonggaran
Organisasi
2. Masuknya
Muhammad Sabitun ke PKI
3. Ahmadiyah
dan Gerakan Keagamaan yang lain
4. Kontribusi
terhadapan Gerakan Modern Islam
C. Faham dan Ajaran Ahmadiyah
1. Teori
kenabian dalam Sejarah Islam
Ahmadiyah
masih percaya pada Al-Quran dan Rasul yang sama, Ahmadiyah memiliki konsepn
kenabian yang berbeda yang menyebutkan bahwa kenabian tidaklah berakhir dengan
Nabi Muhammad. Kenabian terus berlangsung, meski tidak membawa syariat baru.
Paham
kenabian yang mereka pahami selaras dengan paham kenabian kaum hortodoks yang
menganggap tidak ada nabi penutup zaman sehingga penunjukannya terus hadir
hingga saat ini.
2. Konsep
Wahyu menurut Ahmadiyah
Menurut
Ahmadiyah Qadian, wahyu adalah lafadz Allah SWT yang disampaikan pada
penerimanya dan bukan merupakan inspirasi yang kemudian diucapkan dengan
kalimat sendiri oleh penerimanya. Sedangkan menurut Ahmadiyah Lahore, wahyu
didefinisikan sebagai isyarat yang capat. Wahyu sendiri termasuk sabda yang
masuk ke dalam qalbu para nabi dan juga orang-orang yang tulus dan ikhlas.
Allah SWT tidak hanya menurunkan wahyunya kepada para nabi saja, tetapi juga
kepada seluruh manusia, bahkan binatang, tumbuhan, dan yang lainnya.
Menurut
Maulana Muhamad Ali, ia mengungapkan bahwa di dalam Al-Quran disebutkan ada
lima macam wahyu. Pertama, wahyu yang diturunkan kepada mahluk tidak bernyawa
seperti bumi, dan langit. Kedua, wahyu yang diturunkan kepada binatang. Ketiga,
wahyu yang diturunkan kepada malaikat. Keempat, wahyu yang diturunkan kepada
manusia biasa. Kelima, wahyu yang diturunkan kepada nabi dan rasul.
3. Pengertian
khatamAl-Nabiyin dalam Pandangan Ahmadiyah
Ahmadiyah
al-Qadiyan meyakini bahwa kenabian masih terus berlanjut tanpa akhir dan
terputus hingga hari kiamat. Ahmadiyah punya penasfiran tersendiri mengenai
surat al-Ahzab :40.
Menurut
penafsiran Ahmadiyah, kata khatam berasal dari kata khatama yang
memiliki arti memeterai, mencap, mensahkan atau mencetakkan pada barang
tertentu. Arti dari khataman nabiyyin ialah nabi terakhir. Menurut
Ahmadiyah, nabi terakhir disini mengandung arti Nabi yang terakhir dalam
kemuliaan dan kesempurnaan yang diturunkan Allah ke dunia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan