Rabu, 14 Juni 2017

Ulumul Hadis: al-Akabir an-Ashaghir, al-Aba 'an al-Abna, al-Abna 'an al-Aba

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Hadis merupakan sumber ajaran islam, di samping al-Quran dilihat dari sudut periwayatannya, jelas antara al-Quran dengan al-Hadis sangat berbeda untuk al-Quran semua periwayatan berlangsung secara mutawatir, sedangkan periwayatan al-Hadis sebagian berlangsung secara mutawatir namun sebagian berlangsung secara ahad, sehingga mulai dari sinilah timbul berbagai perbedaan pendapat dalam menilai kualitas hadis sekaligus sebagai sumber pendapat dalam kancah ilmiah.
            Dalam memahami hadis tidak cukup hanya tahu tentang hadis tersebut mutawatir akan tetapi harus di teliti secara detail baik secara sanad dan perawinyatannya, dalam makalah ini akan dibahas sedikit tentang macam-macam periwayatan dalam memahami hadis dan apa itu periwayatan yang penjelasaanya akan di bahas di bab pembahasan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan riwayah Al-Akabir Al-Ruwat Al-Ashaghir?
2.      Apa yang dimaksud dengan riwayah al-aba’ ‘an al-abna?
3.      Apa yang dimaksud dengan riwayah al-abna’ ‘an al-aba?














BAB II
PEMBAHASAN
Al­­-akabir al-ruwat an al-shaghir
Kabir  artinya yang besar, orang besar,yang kedudukannya tinggi. Shaghir  artinya yang kecil orang kecil, orang yang rendah. Riwayatu Al-Akabir An Al-Ashoghir [رواية لأكابير عن الأصاغير] adalah periwayatan hadith seorang rawi yang lebih tinggi usianya atau lebih banyak ilmunya dari rawi yang lebih rendah usianya atau lebih sedikit ilmunya yang diperoleh dari seorang guru.
Orang besar yang dikehendaki di sini adalah:
1)    Orang yang lebih tua umurnya dari rawi,dan lebih dahulu tabaqatnya
2)    Orang yang lebih tinggi derajatnya tentang ilmu dah hafalannya
3)    Orang yang lebih tua umurnya serta lebih tinggi derajatnya tentang ilmu dan hafalannya
4)    Guru bila dibandingkan dengan seorang murid
5)    Sahabat Nabi bila dibandingkan dengan tabii’n
6)    Tabi’in bila dibandingkan dengan tabiut tabii’n
7)    Bapak bila dibandingkan anaknya
Kadang-kadang orang yang lebih tinggi derajatnya atau lebih tua umurnya meriwayatkan hadist dari orang yang lebih rendah atau lebih muda. Para ulama menyatakan, “seseorang tidak akan memiliki kepandaian yang sempurna sebelum ia meriwayatkan hadist dari orang yang lebih tinggi darinya, dari yang sebaya dan yang lebih rendah darinya.
Diantara faidah mengetahui ilmu ini adalah agar seseorang dapat terhindar dari memahami bahwa dalam sanad tersebut terjadi keterbalikan atau menduga bahwa si perawi lebih rendah daripada perawi sebelumnya, mengingat biasanya rawi yang menyampaikan hadist lebih tinggi derajatnya atau lebih tua umurnya daripada rawi yang menerimanya. Diriwayatkan dari Aisyah ra ia berkata :
امرنارسول الله ان ننزل الناس منازلهم
Rasulullah saw. Memerintahkan kami untuk menempatkan manusia pada tempatnya masing-masing
Sehubungan dengan itu, para ulama mencontohkan riwayat para sahabat dari para tabiin, seperti riwayat Abadillah dan lainnya dari Ka’b al-ahbar perihal hadist tentang orang-orang terdahulu.[1]
Sebagian orang yang cenderung memihak kepada para orientalis yang beranggapan bahwa para sahabat mendengar hadist dari Ka’b al-Ahbar lalu menisbatkannya pada Nabi saw. Yang demikian adalah tuduhan jahat semata-mata dan pemutar balikan atas keterangan para ulama. Sebab tidak ada seorang ulama pun yang berkata bahwa para sahabat menisbatkan hal ini kepada Nabi saw. Dan hal yang demikian juga tidak pernah terjadi di kalangan sahabat. Para ulama mengungkapkan cara periwayatan seumpama ini semata-mata demi menghindarkan salah duga yang mungkin terjadi seperti itu.
Contoh tuduhan keji itu adalah pernyataan mereka tentang Abdullah amru. Konon ia mendapat dua peti (dua kali muatan unta) kitab ahli kitab, kemudian meriwayatkannya dengan menyatakan bahwa semua itu dari Nabi saw. Tuduhan ini mereka sandarkan kepada fath al-Bari, 1:166. Ini adalah suatu fitnah dan penipuan dengan menyisipkan kata-kata yang tidak dituliskan al-hafizh, yaitu kata-kata “an-Nabiy”  kata-kata ini ditambahkan dengan motiv berdusta dan menisbahkan kepada al-hafizh ibnu hajar untuk mengelabui pembaca. Diantara periwayatan jenis ini yang sangat jarang dijumpai adalah riwayat seorang sahabat dari tabiin dan dari sahabat lagi. Seperti hadist al-Sa’ib bin Yazid, seorang sahabat, dari Abdurrahman bin Abd al-Qari, seorang tabiin, dari Umar bin al-Khattab dari Nabi saw. Beliau berkata :
من نام عن حزبه او عن شيءمنه فقراه فيما بين صلاةالفجركتب له كانّما قراه من اللّيل
Barang siapa tidur dan tidak membaca hizb-nya (bagian bacaan rutinnya dari Al-Quran) atau sebagiannya lalu ia membaca diantara salat subuh dan salat zuhur, maka dituliskan baginya seakan-akan membacanya di waktu malam hari. (H.R. Muslim)
Termasuk diantaranya adalah seorang tabiin dari tabi’i al-tabiin, seperti riwayat Zuhri dan Yahya bin Said al-anshari dari Malik.
Maksud para imam meriwayatkan hadist dari periwayat yang lebih rendah dari mereka antara lain untuk memujinya dengan menyebut namanya dan untuk menunjukan kepada yang lain agar mengambil hadist darinya.
Periwayatan Ayah dari Anak
Faedah mempelajari masalah ini adalah agar seseorang terhindar dari kesalahan yang timbul karena menyangka anak tersebut sebagai bapak dan sebaliknya atau menyangka bahwa sanadnya terbalik.
Contoh jenis periwayatan ini dikalangan sahabat adalah Abbas bin Abdul Muthalib yang meriwayatkan hadist dari anaknya, Fadhl bin Abbas ra bahwa Rasulullah saw. Menjamak dua shalat di Muzdalifah.
Contoh dikalangan tabiin adalah riwayat Wail dari anaknya, Bakar bin Wail, sebanyaak delapan buah hadist. Diantaranya Wail dari Bakar dari Zuhri dari Anas yang berkata :
انّ انّبيّ صلّي الله عليه وسلّم او لم علي صفيّةبسويق وتمر
Sesungguhnya Rasulullah saw. Membuat walimah saat perkawinannya dengan Shafiyah dengan jamuan juwaig (bubur tepung gandum) dan kurma.
Contoh dikalangan setelah mereka adalah riwayat Abu Umar Hafsh bin Umar al-duri al-muqri’i dari anaknya, Abu Ja’far Muhammad bin Hafsh, sebanyak 16 buah hadist atau hampir. Jumlah riwayat tersebut merupakan yang terbanyak dalam bab ini.
Al-khathib al-Baghdadi telah menyusun kitab tentang jenis periwayatan ini dan banyak dikutip oleh para penulis sebagai contoh.
Periwayatan Anak dari Bapak
            Periwayatan anak dari bapaknya ada dua macam. Pertama,periwayatan anak dari bapaknya saja, dan yang demikian sangat banyak. Contoh yang masyhur adalah riwayat Abu al-Usyara dari bapaknya.Abu al-Usyara tidak pernah disebut-sebut dalam sanad kecuali dalam bentuk kunyah.Dan bapaknya tidak pernah disebut namanya dalam sanad hadis.Yang masyhur nama bapaknya adalah Usamah bin Malik bin Qihtham.
            Kedua, periwayatan anak dari bapaknya dari kakeknya.Dan yang demikian juga banyak jumlahnya.Akan tetapi,jenis yang pertama lebih banyak. Periwayatan seseorang dari bapaknya dari kakeknya adalah suatu hal yang dapat dibanggakan dan diinginkan oleh setiap rawi.Abul Qasim Mansyhur bin Muhammad al-‘Alawi berkata,’’Suatu sanad sebagiannya unggul dan sebagian yang lain mengungguli lainnya.Pernyataan seseorang :Haddatsani abi’an jaddi adalah termasuk sanad yang mengungguli,yakni mulia dan istimewa.
            Berikut ini ada empat sanad yang termasuk jenis kedua ini:
A)    Amr bin Syu’aib bin Muhammad bin Abdillah Amr bin al-‘Ash dari bapaknya dari kakeknya. Hadis yang diriwayatkan dengan sanad ini terhimpun dalam suatu naskah yang cukup besar dan hadis-hadisnya hasan. Kebanyakan hadisnya menyangkut fiqih dan terdapat dalam Musnad Imam Ahmad dan Sunan al-arba’ah.Susunan sanad ini kadang-kadang mengundang perselisihan di kalangan Muhadditsin dan sebagian mereka menuduh sanad ini tidak bersambung.Pendapat yang terpilih dan diikuti oleh kebanyakan muhadditsin adalah bahwa Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya itu dapat dipakai hujjah apabila sanad yang sampai kepadanya itu shahih.
B)    Bahz bin Hakim bin Mu’awiyah bin Haidah Al-Qusyairi dari bapaknya dari kakeknya.Hadis yang diriwayatkan dengan sanad ini terhimpun dalam naskah yang cukup besar dalam Musnad Imam Ahmad dan hadis-hadisnya hasan.Sebagian hadisnya terdapat dalam Sunan yang empat,dan al-Bukhori meriwayatkan sebagian hadisnya secara mu’alaq,karena Bahz tidak sesuai dengan syaratnya
C)    Thalhah bin Musharrif bin Amr bin Ka’b al-Yamani dari bapaknya dari kakeknya.Thalhah adalah seorang periwayat yang tsiqat dan unggul.Kakeknya adalah Amr bin Ka’b disebut Ka’b bin Amr.Ia adalah seorang sahabat menurut jumhur.Akan tetapi bapaknya,Musharrif adalah orang yang majhul.Hadisnya diriwayatkan oleh Abu Dawud.
D)    Katsir bin Abdillah bin Amr bin Auf al-Muzani dari bapaknya dari kakeknya. Hadistnya dengan sanad demikian diriwayatkan oleh al-Turmudzi sebanyak 5 buah hadist dan dihukuminya hasan karena diperkuat dengan sanad lain. Akan tetapi, banyak sekali dihukumi dhaif oleh kebanyakan muhadist bahkan mereka meninggalkan dan melemparnya, sementara yang lain membiarkannya. Periwayatan anak dari bapak seperti ini perlu untuk diketahui mengingat sering kali nama bapak atau kakek tidak disebut dalam sanad, dan karenanya khawatir tidak diketahui oleh orang yang mempelajarinya.

Sehubungan dengan pembahasan ini ada beberapa hal yang perlu dijelaskan esensinya. Sebagaimana dalam naskah, Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya bahwa kata ganti pada kata jaddihi (kakeknya) adalah kembali kepada kata abihi  (bapaknya). Jadi susunan sanadnya adalah Abdullah bin Amr – Syu’aib bin Muhammad – Amr bin Syu’aib.
            Suatu pendapat menyatakan bahwa Syu’aib tidak mendengar hadist kakeknya (yang bernama Abdullah bin Amr). Namun hasil penelitian menunjukan bahwa ia mendengar hadist dari kakeknya dan karenanya sanad dapat dipakai hujjah. Juga seperti riwayat Abu Ubaidah bin Abdillah bin Mas’ud dari ayahnya. Abu Ubaidah tidak mendengar hadist dari ayahnya. Para ulama telah menyusun banyak kitab tentang jenis periwayatan untuk mencapai tujuan diatas. Seperti Ibnu Abi Khaitsamah, Abu Nashr al-Wa’ili al-Sijazi, kemudian al-Hafizh al-Ala’I yang kitabnya paling lengkap dalam bidang ini dan banyak dikutip para ulama.













BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Banyak jenis-jenis periwayatan hadis yang dapat kita ketahui, cara periwayatan tersebut sudah dijelaskan dalam makalah ini.  Ada faedah-faedah tersendiri ketika kita mempelajari cara periwayatan hadis.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ulumul Hadis: al-Akabir an-Ashaghir, al-Aba 'an al-Abna, al-Abna 'an al-Aba

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang             Hadis merupakan sumber ajaran islam, di samping al-Quran dilihat dari sudut per...