Sabtu, 03 Juni 2017

Cerpen Kutipan Hujan Di Bulan Juni




Nama               : Azah Zamrud
Kelas               : IAT-C
NIM                : 1604026047
No Absen        : 34
HUJAN DI BULAN JUNI
“Aku mau ke Jepang, Sar.”
“Kapan kamu berangkat?”
“Minggu depan.”
“Ya udah, hati-hati ya.”
Ku telusuri lagi matanya, mata yang penuh perhatian. Ternyata aku belum sanggup meninggalkannya. Namun karena diminta oleh dosen untuk menjadi perwakilan kampus, jadi terpaksa aku harus sanggup.
Akan ku ceritakan sedikit tentang laki-laki yang sedang duduk di depanku. Namanya Sarwono. Dari namanya saja sudah bisa tertebak kalo dia Jawa tulen. Orang Islam. Dosen muda di Universitas Indonesia (UI). Suka nulis puisi, padahal puisinya ancur dan alay. Karena puisinya yang alay itu, aku menjulukinya lelaki cengeng. Sebenarnya aku selalu memuji puisinya, tapi karena gengsiku yang lumayan gede jadi memujinya dengan cara meledek.
Sarwono, lelaki yang telah mencuri hatiku, dia adalah sahabat kakakku, Toar Pelenkahu. Kita memang sangat berbeda dengan kebanyakan pasangan pada umumnya. Kita berbeda suku dan keyakinan. Entah apa yang membuat aku begitu jatuh cinta kepadanya, padahal aku tahu aku akan mengikuti keyakinannya. Tapi aku tak merasa takut sedikitpun.
Pertama bertemu dia di rumahku. Saat itu, dia sedang main dengan Ka Toar. Awalnya aku agak ilfeel sama sikapnya. Gara-gara emang dia sedikit norak. Tapi ibu sangat suka kepada dia, mungkin karena sama-sama orang Jawa juga kali.
Aku memang darah Menado. Tapi ibuku darah Jawa. Namaku Pingkan Pelenkahu. Marga keluarga Pelenkahu. Penganut Kristen Protestan. Mahasiswa semester enam di UI. Dan seminggu lagi akan pergi ke Jepang. Ayah meniggal bertepatan aku SMA.
Malam ini, aku dengan Sarwono sedang makan malam bersama di sebuah restoran sederhana. Kita memang lebih suka makan di tempat yang semacam ini, lebih murah juga masakannya tak kalah enak dibanding restoran mewah.
Aku memberitahu tentang keberangkatanku ke Jepang. Sarwono sebenarnya tak rela kalau aku pergi ke Jepang. Dia takut kalau-kalau aku kecantol pria lain. Aku pergi ke Jepang ditemani oleh teman satu kampus yang dulu sempat dekat denganku. Jadi wajar kalo Sarwono punya kekhawatiran seperti itu. Aku berusaha meyakinkan dirinya supaya percaya kepadaku.
Masalah perbedaan yang sangat menonjol, keluargaku maupun keluarganya tak pernah mempermasalahkan. Mereka justru setuju dengan hubungan kita. Terkadang sepupuku jahil meledek “Pingkan, entar kalau kamu menikah dengan Sarwono, kamu masuk keyakinannya lho,” Atau “Anakmu agamanya apa kalau kamu menikah dengannya?” Tapi aku tak peduli, aku ingin menikah dengan dia.
“Ibu pengen ketemu kamu Sar, besok kamu disuruh main, ada hal penting yang ingin dibicarakan katanya,” kataku kepadanya. Dia masih asik dengan minumnya yang sedari tadi hanya diaduk, matanya menerawang jauh. Entah apa yang dia pikirkan.
“Iya Pingkan, aku akan mampir ke rumahmu.” Sadar dengan perkataanku, Sarwono langsung menjawab mantap. Aku tersenyum melihat tingkahnya. Dia tersenyum membalas. Aku menyukai sikapnya yang norak.
***
Dua hari setelah malam itu, aku kembali bertemu dengannya. Aku ingin menikmati waktu dengannya sebelum berangkat ke Jepang. Berbeda dengan malam sebelumnya, kita hanya duduk menikmati suasana malam di taman kota.
“Ibu ngomong apa sama kamu?” Tanyaku penasaran.
“Aku disuruh nikahin kamu setelah kamu pulang dari Jepang. Kamu mau?” Sarwono menjawab dengan malu-malu. Tapi aku bisa melihat dari matanya kalau dia benar-benar bahagia. Aku tersentak, tak menyangka kalau Ibu akan membicarakan hal ini secepat itu. Tak sanggup menjawab dengan kata-kata. Aku langsung memeluk Sarwono tanpa peduli orang-orang melihat tingkah kami.
“Bagaimana dengan keluargamu?”.
“Orangtuaku menyerahkan semua keputusan di tanganku,” Aku semakin erat memeluknya, entah kenapa aku semakin tak ingin meninggalkannya.
***
Satu jam sebelum berangkat.
“Sar, jaga dirimu baik-baik ya. Kalau rindu, katakan saja.” Aku menatap matanya lekat. Walaupun hanya setahun di Jepang, perkiraanku begitu lama. Sarwono hanya tersenyum. Senyuman paling indah.
“Ibu, doain Pingkan di sana ya bu. Ibu jaga kesehatan, jangan kecapean kerja. Kalau ada apa-apa jangan lupa hubungi Pingkan, Ka Toar, juga Sarwono.” Mataku berkaca-kaca tak sanggup meninggalkan orangtua tunggalku. “Iya sayang, kamu juga jaga kesehatan,” Ibu langsung mendekapku erat, seperti tak rela aku pergi. Setelah pamit dengan ibu, aku langsung menghampiri Ka Toar, kaka sekaligus ayah bagiku. “Pokoknya elu harus inget pulang Ping. Jangan selingkuh lho ya, inget Sarwono yang menanti kedatanganmu.” Mendengar perkataan Ka Toar, aku hanya tersenyum malu, Sarwono pun begitu.
***
Tak terasa, sudah setengah tahun aku tinggal di Jepang. Segala kegiatanku selalu aku beri tahu kepada tiga orang yang paling aku sayangi.
Seperti biasanya, aku pergi ke tempat aku meneliti, yaitu salah satu sekolah SMP yang terkenal di Jepang. Dan selalu di temani oleh lelaki yang dulu sempat dekat denganku.
Pagi ini, tak seperti biasanya. Entah kenapa fikiranku selalu Sarwono. Ini membuatku tak konsentrasi meneliti. Tiba-tiba telfon genggamku berdering, ibu menelfon. Aku buru-buru keluar kelas dan segera mengangkat.
“Pingkan, kamu bisa pulang sekarang? Sarwono sedang kritis di rumah sakit,” Ini adalah jawaban dari kegelisahanku. Badanku lemas seolah tak bertulang. Tanpa terkendali air mataku keluar dari zonanya. “Pingkan pulang sekarang bu.”
Saat itu juga, aku segera pulang ke Indonesia tanpa peduli tanggung jawabku di Jepang. Aku langsung menuju rumah sakit tempat Sarwono di rawat. Dia adalah lelaki yang jarang bahkan tak pernah sakit, jadi aku langsung bisa menebak kalau Sarwono sakit parah.
Sampai sana, kulihat dari jauh ada orangtua Sarwono, Ibu, dan Ka Toar. Melihat kedatanganku, mereka langsung berdiri menyambutku. Aku melihat ibu memegang koran yang sudah lecek, entah itu berfungsi apa.
Aku tak kuat menahan air mataku, aku ingin segera menemui Sarwono. Tapi Sarwono sedang dalam pengawasan dokter, pembesuk dilarang masuk. Aku hanya bisa melihat tubuh kurusnya dari kaca pintu. Bermacam selang menempel di tubuhnya. Sungguh tak tega aku melihatnya.
“Dia terkena paru-paru basah Ping. Kata dokter gara-gara rokoknya yang sudah di luar batas”. Ibu menjelaskan. Sarwono memang perokok aktif, aku sudah sering memperingatkannya untuk mengurangi merokok. Namun, aku sadar tak semudah itu menghilangkan kebiasaan yang bercandu. “Sarwono menitipkan ini untukmu. Dia ingin kamu membacanya.” Lanjut ibu sambil menyerahkan koran lecek itu.
Aku tak sabar ingin tahu apa isi koran itu. Bergetar aku membukanya. Aku terkejut. Tangisku pecah. Sarwono menuliskan puisi untukku. Puisi paling romantis yang pernah dia tulis. Dan puisi tersebut telah masuk koran dan diletakkan di halaman awal. Mengartikan puisinya sungguh luarbiasa.
Hujan di Bulan Juni. Itulah judul puisi tersebut. Aku baru mengerti kalau puisi ini berkaitan dengan kejadian hari ini. Ini adalah bulan Juni. Bulan Juni adalah bulan musim kemarau di Indonesia. Di maksudkan hujan disini adalah tangisku. Aku menangis karenanya di bulan Juni. Sarwono seolah sudah mengetahui ini akan terjadi.



1 komentar:

  1. Happymoney Online Casino ᐈ Review + 100% up to ₹10,000 1XBET 1XBET ミスティーノ ミスティーノ 카지노사이트 카지노사이트 278win11bet asia india - Live scores and betting tips

    BalasHapus

Ulumul Hadis: al-Akabir an-Ashaghir, al-Aba 'an al-Abna, al-Abna 'an al-Aba

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang             Hadis merupakan sumber ajaran islam, di samping al-Quran dilihat dari sudut per...