Kasih Sayang Tak Mengenal Identitas Primodial
Judul buku : Hujan Bulan Juni
Pengarang : Sapardi Djoko Damono
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Kompak
Gramedia Building Blok I lt. 5
Jl. Palmerah Barat No. 29-37 Jakarta 10270
Tahun Terbit : Cetakan 9, Agustus 2016
Tebal Buku : 135 halaman
Sarwono, pria keturunan suku Jawa dan telah menjadi dosen muda ini bertemu
Pingkan pertama kali di rumah sahabatnya. Pingkan adalah mahasiswa lulusan UI
dan akan berangkat ke Jepang. Ia adik Toar Pelenkahu, teman SMA Sarwono.
Keluarga Pelenkahu, sebutan untuk keluarga Toar, adalah keluarga keturunan
Menado. Walaupun berbeda suku, Sarwono dan Pingkan tak merasa ragu untuk
menjalin hubungan khusus.
“Kamu ini cengeng, Sar”. Itulah julukan Sarwono dari kekasihnya. Sarwono
bahkan tak keberatan dijuluki dengan sebutan itu. Dia sendiri adalah lelaki
pencinta sastra. Sudah banyak puisi-puisi yang dia tulis, dan ketika puisi
tersebut dibaca oleh Pingkan, Sarwono selalu saja dihadiahi julukan cengeng
oleh wanita yang dicintainya.
Keduanya berbeda keyakinan, Sarwono seorang Muslim sedangkan keluarga Pingkan
adalah penganut Kristen. Keluarga Pingkan tak mempermasalahkan perbedaan
tersebut, bahkan mereka mendukung hubungan keduanya. Alasannya karena ibu Pingkan
sendiri ternyata keturunan Jawa. Ayah Sarwono pun menyerahkan keputusannya di
tangan Sarwono sendiri.
Saat Pingkan di Jepang, Sarwono mengalami sakit paru-paru basah dan masuk
rumah sakit. Padahal, mereka akan melangsungkan pernikahan setelah Pingkan pulang
dari Jepang. Saat Pingkan di Jepang, Sarwono mengirimkan beberapa puisi ke
surat kabar Swara Keyakinan. Keberuntungan
memihak kepadanya, puisinya dimuat di koran tersebut. Belum sempat memberi tahu
Pingkan, Sarwono kritis di rumah sakit karena penyakitnya itu.
“Bahwa kasih sayang tidak bisa
disidik dengan kata sekalipun sabda bahwa ketika berpelukan mereka merasa
seperti mempercayai bahwa kasih sayang tak lain adalah Kitab Suci yang tanpa
kertas tanpa aksara tanpa surah dan ayat tanpa parabel tanpa kanon tanpa nubuat
tanpa jalan tanpa karma tanpa gerak tanpa siut yang membujuk mereka
membayangkan dua ekor kuda jantan dan betina yang saling menggosok-gosokkan
lehernya diperbukitan ilalang yang menjanjikan tempat bertengger bagi
butir-butir embun berakhir kalau cahaya matahari pertama bersinggungan dengan
cakrawala bahwa kasih sayang adalah kitab suci yang tersirat. Bahwa kasih
sayang beriman pada senyap.”
(hal. 45)
Kasih sayang tidak dapat didefinisikan semudah orang
berbicara tentang percintaan. Kisah Sarwono dan Pingkan membuktikan hal itu
dalam novel ini. Meskipun mereka berbeda suku dan agama, kasih sayang mereka
datang dari dunia yang kasat mata. Kasih sayang mereka tidak dapat
dibatasi hanya oleh persoalan kecil.
Kasih sayang mereka terlalu luas untuk ditafsirkan.
Novel karya Sapardi ini menarik pembaca. Jika dilihat dari judulnya, bulan
Juni adalah bulan musim kemarau di Indonesia. Kenapa hujan? Karena saat Sarwono
masuk rumah sakit pada bulan Juni sehingga membuat sang kekasihnya, Pingkan,
menangis. Terlebih mengetahui puisi Sarwono tentang dirinya yang dimuat di
koran. Tangisan Pingkan diibaratkan hujan pada bulan Juni yang kering.
Sapardi menyajikan novelnya menggunakan bahasa (?) yang tinggi. Sehingga
sedikit susah untuk dipahami bagi pembaca yang kurang mengerti sastra. dan
akhir dari ceritanya masih menggantung. Tak ada ketegasan bagaimana akhir kisah
Sarwono dan Pingkan.
Pria kelahiran Solo, 20 Maret 1940 ini telah menulis buku-buku puisi dan
fiksi. Diantara buku puisinya antara lain Mata
Pisau (1974), Akuarium (1947), duka-Mu abadi (1979). Sedangkan buku fiksi
diantaranya adalah pengarang Telah Mati
(2001), Membunuh Orang Gila (2003), Sup Gibran (2011). Dan masih banyak
lagi karya-karya sastranya yang luar biasa.
Kembali kepada pokok permasalahan dalam novel ini. Pernikahan antara dua
orang yang berbeda keyakinan dan suku merupakan masalah besar bagi orang yang
masih meyakini adat nenek moyang. Apalagi dalam Islam ada larangan pernikahan
beda agama, dan pernikahan tersebut tidak sah dalam hukum agama. Kecuali yang
beragama nonmuslim mau menjadi muallaf.
Memang, ada beberapa keluarga yang tak mempermasalahkan perbedaan tersebut.
Mereka setuju saja dengan keputusan salah satu keluarganya untuk menikahi
siapapun, asal saling mencintai. Tapi bagi orang jawa, mereka lebih menyetujui
anaknya untuk menikah dengan orang yaQang bersuku sama. Bahkan kebanyakan
menikah dengan tetangga sendiri. Alasan mereka karena agar keluarganya tetap dalam
satu adat dan satu keyakinan.
“Hujan di Bulan Juni”, sebuah ungakapan metaforis dari Sapardi saat
menggambarkan peristiwa atau sebuah kisah yang tidak biasanya diyakini. Prisip keterbacaan
di dalam novel, diambil dari sebuah puisi yang akhirnya menjelma menjadi sebuah
novel tersebut menjadikan semakin epic dan
sarat akan bahasa kesustraan.
The Ultimate Guide to Real Money Gambling in US - Dr.
BalasHapusReal Money Gambling — Real Money Gambling FAQs — Online Gambling FAQs. Gambling FAQs. Gambling 평택 출장마사지 FAQs. 익산 출장샵 Find 제천 출장안마 information about gambling 세종특별자치 출장안마 and sports 경상남도 출장샵 betting laws.